Fenomena mahluk hidup bercahaya (Bioluminesensi)
- 09.42
- by
- Faisal Ahmad
Bioluminesensi adalah emisi
cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup disebabkan adanya reaksi kimia
tertentu. Hingga saat ini, Bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada
berbagai macam makhluk hidup seperti jamur, bakteri, dan organisme di perairan,
namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial,
amfibi, dan mamalia.
Sebagian besar plankton memiliki
kemampuan menghasilkanpendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut
dalam. Pada mikroba, Bioluminesensi yang dihasilkan belum diketahui manfaatnya,
sedangkan pada hewan umumnya digunakan sebagai sinyal kawin, predasi, dan
perlindungan terhadap pemangsa.
Banyak bakteri yang dapat
menghasilkan Bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri
tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatif,motil, memiliki morfologi
batang, dan bersifat aerob atau anaerob fakultatif.
Bakteri-bakteri itu tersebar di
daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial). Contoh bakteri penghasil
Bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V. harveyi, V. fischeri, V. cholera), Photobacterium (P. phosphoreum, P. leiognathi), Xenorhabdus
(X. luminescens), Alteromonas (A. haneda), dan Shewanella.
Sementara itu, hanya sedikit cendawan yang diketahui dapat menghasilkan
Bioluminesensi, di antaranya adalah Armillaria
mellea, Panellus Stipticus, Omphalotus nidiformis, dan Mycena sp.
Sejarah
Bioluminesensi sudah dikenalkan 500 SM oleh Aristoteles dalam bukunya yang berjudul "Tentang Warna". Aristoteles menyebutkan bahwa ada sesuatu yang secara alami seperti bagian kepala ikan dan tinta dari sotong yang dapat menghasilkan cahaya atau pendaran.
Pada tahun 1887, Raphaël Dubois
berhasil mengisolasi lusiferin (substrat untuk reaksi Bioluminesensi) dan enzim
lusiferase (ketalis) dari piddock, sejenis remis laut. Temuan tersebut
dipopulerkan dan dilanjutkan oleh Edmund Newton Harvey yang menyatakan bahwa
senyawa lusiferin dan lusiferase yang ditemukan pada berbagai spesies makhluk
hidup tidak dapat ditukar.
Pada tahun 1967, Robert Boyle,
seorang ilmuwan dari Inggris mempublikasikan penelitiannya tentangreaksi
Bioluminesensi pada fungi yang memerlukan udara. Laporan berikutnya menyebutkan
bahwa oksigen merupakan komponen udara yang berperan dalam reaksi tersebut.
Penelitian tentang Bioluminesensi
berkembang pesat setelah Osamu Shimomura, seorang ahli biologi kelautan dan
kimia organik, berhasil meneliti tentang protein yang bertanggungjawab dalam
menghasilkan luminesensi pada spesies ubur-ubur Aequorea victoria yang disebut
dengan aequorin. Protein tersebut akan berikatan dengan ion kalsium dan
menghasilkan cahaya biru yang diserap olehprotein berpendar hijau ubur-ubur.
Pada tahun 1985, aequorin berhasil dikloning ke dalam makhluk hidup lainnya dan
sejak itu aplikasi Bioluminesensi mulai banyak diteliti.
Fungsi Bioluminisensi
Bioluminesensi memiliki fungsi yang berbeda-beda bagi tiap makhluk
yang memilikinya. Sebagian makhluk hidup memanfaatkannya untuk pertahanan diri,
seperti yang dilakukan kelompok Dinoflagelata, Ubur-ubur, dan beberapa jenis
Cumi-cumi yang bercahaya untuk mengejutkan pemangsa yang mendekatinya sehingga
memberikan kesempatan kepadanya untuk melarikan diri. Beberapa jenis Dekapoda, Sefalopoda,
dan Ikan menggunakan kemampuan bercahaya untuk melakukan kamuflase dalam
menghindari pemangsanya. Mekanisme pertahanan seperti ini disebut dengan
penyamaran dengan sinar (kontrailuminasi)
yang membuat suatu makhluk hidup tidak terlihat atau tersamarkan di antara
sinar lain di lingkungan perairan. Pada spesies Bintang ular laut, Cacing
laut, dan organisme bioluminesensi di
daratan, mereka memiliki mekanisme pertahanan yang disebut Aposematisme, yaitu menghasilkan pendaran untuk menandakan bahwa
makhluk tersebut memiliki toksik (beracun) atau tidak enak dimakan sehingga pemangsa
akan menghindarinya.
Pendaran pada larva kunang-kunang
juga merupakan salah satu bentuk Aposematisme yang melindunginya dari predator
karena akan dikenali sebagai makanan yang tidak enak atau tidak menguntungkan.
Beberapa organisme di laut tidak
suka memakan Zooplankton karena sebagian besar Zooplankton memiliki kemampuan
bercahaya yang tetap dapat terlihat saat mereka berada di dalam perut
pemangsanya. Akibatnya organisme yang memakan zooplankton tampak berpendar dan
ini membuatnya mudah dikenali dan diburu oleh pemangsa yang lebih tinggi
tingkatannya. Fenomena ini terlihat pada peristiwa Dinoflagelata yang menjadi
makanan Udang misid. Udang tersebut akan tampak berluminesensi karena di dalam
tubuhnya terdapat dinoflagelata bercahaya sehingga ikan Porichthys notatus dapat lebih mudah memburu dan memakan udang itu.
Hiu I. brasiliensis memiliki
bagian bawah rahang yang berpendar dan tampak seperti siluet yang dihasilkan
dari penyamaran dengan sinar. Akibatnya cumi dan ikan akan mendekat karena
mengira siluet tersebut merupakan penyamaran dari mangsa mereka. Setelah cumi
atau ikan mendekati rahangnya, akan lebih mudah untuk hiu ini dalam menangkap
makanannya. Hal serupa juga dilakukan oleh Paus sperma (Physeter macrocephalus)
yang secara intensif menghasilkan pendaran saat berburu mangsa di perairan laut
dalam yang gelap. Mangsa yang berupa cumi-cumi akan datang mendekati bagian
mulut paus sperma yang berpendar dan saat itulah paus ini menangkap mangsanya.
Reaksi Bioluminesensi
Secara umum, reaksi
bioluminesensi melibatkan enzim lusiferase dan substrat lusiferin yang
strukturnya dapat berbeda antara organisme yang satu dengan lainnya. Berikut
ini adalah beberapa jenis lusiferin yang telah diketahui mekanisme dan
strukturnya.
Bakteri
Reaksi yang menyebabkan terjadinya pendaran pada bakteri adalah
sebagai berikut:
Dinoflagelata
Pada dinoflagelata, substrat
lusiferin yang berperan adalah tetrapirol yang mirip dengan klorofil namun
berbeda pada ion metalnya. Struktur lusiferin yang seperti hampir sama juga
ditemukan pada sejenisudang yang bergenus euphausiid. Pada salah atu genus
dinoflagelata yaitu Gonyaulax, diketahui bahwa pada pH 8 molekul lusiferinnya
akan berikatan dan dilindungi oleh protein pengikat lusiferin. Namun begitu
terjadi perubahah pH menjadi ± 6, luciferin akan mengalami perubahan konformasi
dan mengakibatkan sisi aktinya bebas dan dihasilkan pendaran cahaya.
Coelenterazine
Coelenterazine adalah jenis
lusiferin dengan struktur imidazopyrazinone yang sangat banyak ditemukan pada
makhluk hidup, terutama di lingkungan perairan. Telah diketahui bahwa ada enam
filum makhluk hidup yang menggunakan lusiferin jenis ini, di antaranya adalah
kopepoda, radiolaria,ctenophore, cnidarian, cumi, serta beberapa jenis ikan dan
udang. Selain lusiferase, lusiferin jenis ini memiliki fotoprotein yang disebut
aequorin untuk membantu penghasilan emisi cahaya.
Aplikasi Bioluminisensi
Adanya penemuan tentang
bioluminesensi telah dimanfaatkan manusia di dalam berbagai bidang, salah
satunya adalah bidang medis. Di bidang tersebut bioluminesensi dimanfaatkan
untuk mendeteksi keberadaan sel kanker dalam tubuh secara lebih cepat melalui
suatu teknologi baru yang disebut bioluminescence imaging (BLI).
Dengan BLI, ukuran dan lokasi sel
kanker dalam tubuh dapat diketahui sehingga tindakan perawatan yang tepat dapat
ditentukan. Temuan ini juga dapat mempermudah riset mengenai perawatan atau
obat kanker yang efektif dapat mengatasi penyakit tersebut karena perkembangan
sel tumor dapat dipantau dengan lebih mudah.
Selain itu, bioluminesensi juga
telah dimanfaatkan sebagai gen pelapor untuk melihat perkembangan atau
ploriferasi sel punca manusia. Penggunaan bioluminesensi sebagai gen pelapor
juga telah diaplikasikan pada tanaman transgenik hasil rekayasa genetika. Salah
satu penelitian yang telah dilakukan adalah penggunaan gen dari kunang-kunang
pada tanaman tembakautransgenik yang diinfeksi dengan Agrobacterium tumefaciens
untuk mengamati ekspresi dari gen yang dimasukkan ke tanamantembakau tersebut.
Dalam bidang ekologi,
mikroorganisme penghasil luminesensi juga dapat digunakan untuk pembuatan biosensor
untuk mendeteksi keberadaan polutan atau kontaminan tertentu di lingkungan.
Salah satu contoh yang telah diaplikasikan adalah pembuatan biosensor untuk
deteksi senyawa ekotoksik organotin. Dalam industri makanan, bioluminesensi
yang memanfaakan penggunaan ATP juga telah dimanfaatkan untuk mendeteksi
mikroba patogen yang terkandung di dalam makanan.
Mahluk yang dikenal dapat bercahaya
Hewan Bioluminesensi rekayasa
manusia
Para ilmuwan telah mengembangkan
hubungan cinta dalam setengah dekade terakhir untuk sesuatu yang disebut GFP,
atau Green Fluorescing Protein.
Ini semacam cairan ataupun tinta
yang dimasukkan ke dalam banyak hal yang bisa jadi berbahaya ataupun kadang
tidak sama sekali..Para ilmuwan telah menggunakannya sebagai penanda genetik
untuk mempelajari segala sesuatu dari genetika untuk membuat ikan yang waspada
pada pencemaran (tujuan dari adanya ikan glofish). Cairan ini adalah Protein
awalnya berasal dari ubur-ubur bercahaya
Kunang-kunang Raksasa
(Lamprigera)
Sangat sedikit informasi online
tersedia, tetapi ternyata Kunang-kunang Raksasa (Lamprigera) cukup dikenal baik
oleh penduduk lokal di Thailand.
Jamur bercahaya
Ada beberapa spesies jamur yang
bersinar dalam gelap. Yang digambarkan di atas adalah Stipticus panellus, dan
mereka bersinar cukup terang sehingga terlihat bahkan dalam cahaya rendah
(sebagai lawan gelap gulita) Anda bahkan dapat membeli beberapa jamur bercahaya
ini dan menanamkan sendiri. Sebagian besar spesies tidak bersinar seterang
stipticus, dan cahaya hanya bisa dilihat di bawah mikroskop atau di dalam gelap
gulita , tapi Panellus bisa terlihat seperti di atas .
Kalajengking
Kalajengking tidak benar-benar
menghasilkan cahaya mereka sendiri, seperti jamur, tapi mereka bersinar di
bawah Blacklight seperti uang asli yang yang berada di neon biru . Mereka
memiliki zat kimia dalam exoskeleton mereka yang bersinar bawah sinar
ultraviolet.
Terriswalkeris terraereginae
(Cacing Raksasa Auckland)
Terriswalkeris adalah cacing sepanjang dua meter, berwarna biru, dan meninggalkan jejak lendir bersinar. Ini terlihat seperti cacing raksasa bergetah, meskipun berasal dari tanah dari dalam tanah hewan ini tidak beracun.
Gua - gua Waitomo, Selandia Baru
Mereka menggantung berbaris
dengan sinaran cahaya, hingga sebanyak tujuh puluh cacing, untuk menarik lalat
dan ngengat demi mendapatkan santapan. Dan dalam beberapa spesies, umpan
bercahaya mereka adalah ingus beracun! Bukankah mengagumkan bahwa alam bisa
membuat sesuatu yang begitu cantik, namun juga begitu mengerikan?
Cumi-Cumi bercahaya
Ada makhluk yang hidup di laut
dalam yang tidak murni sebagai peneror, dan Cumi-Cumi bercahaya ini merupakan
salah satu dari mereka. Tubuhnya tercakup dalam photophores , sel yang
menghasilkan cahaya, yang memungkinkan untuk bersinar dalam semua pola yang
diinginkan.
Mereka bercahaya ketika berada di
bawah saat siang, dan mereka bisa mencocokkan pola dan keremangan cahaya yang
berasal dari permukaan.Hal ini memungkinkan mereka untuk menyamarkan diri
terhadap cahaya. Mereka juga menyalakan seluruh tubuh mereka selama musim kawin
dan waktu hidup mereka hanya satu tahun.
Jadi dengan hidup yang demikian
pendek ini mengapa kita tidak membuatnya penuh dengan cahaya ?
Ubur-Ubur Aequorea
Spesies ini hidup sekitar Amerika
Utara, meskipun ubur-ubur yang menghasilkan protein bercahaya adalah hewan asli
dari Asia.
Mereka hampir tidak terlihat
ketika mereka tidak bersinar, tetapi kabar baiknya adalah bahwa ukuran ubur -
ubur Aequorea ini kecil dan tidak akan mengirim Anda ke rumah sakit seperti
Ubur-ubur kotak yang beracun.
Ubur-ubur ini sering diambil selnya
oleh para ilmuan untuk menciptakan mahluk bioluminesensi buatan.
Bakteri Bioluminesensi
Berikut fakta unik, bahwa sejumlah
besar hewan bercahaya sebenarnya hanya segerombolan bakteri yang menghasilkan
cahaya. Hewan seperti Angler Fish (seperti di film animasi ‘Nemo’) dan beberapa
jenis udang adalah rumah dari koloni bakteri bercahaya.
Dinoflagellates
Dinoflagellates adalah Protozoa /
plankton yang bertanggung jawab untuk fenomena laut yang bercahaya saat mereka muncul
di permukaan laut. Dinoflagellata ini juga menyebabkan laut pasang berwarna
merah, tetapi mereka hanya bersinar ketika terganggu , oleh perenang, atau
bahkan gelombang. dan saat bersinar itu adalah momen menakjubkan untuk diamati.
Aku belum pernah melihat mereka dengan mata saya sendiri, tetapi gambar saja
sudah cukup untuk membuatku diam dan terpaku pada kebesaran karya sempurna dari
sang pembuat hidup ..
0 comments:
Posting Komentar