Hello,This is me!

Faisal Ahmad

As Fashion Men Enthusiast I'am a Travelloger! Photography is my passion I'am a Software Developer

Maret 17, 2014

Fenomena mahluk hidup bercahaya (Bioluminesensi)

Berkas:PanellusStipticusAug12 2009 Animated.gif


Bioluminesensi adalah emisi cahaya yang dihasilkan oleh makhluk hidup disebabkan adanya reaksi kimia tertentu. Hingga saat ini, Bioluminesensi telah ditemukan secara alami pada berbagai macam makhluk hidup seperti jamur, bakteri, dan organisme di perairan, namun tidak ditemukan pada tanaman berbunga, hewan vertebrata terestrial, amfibi, dan mamalia.

Sebagian besar plankton memiliki kemampuan menghasilkanpendaran, terutama plankton yang hidup di perairan laut dalam. Pada mikroba, Bioluminesensi yang dihasilkan belum diketahui manfaatnya, sedangkan pada hewan umumnya digunakan sebagai sinyal kawin, predasi, dan perlindungan terhadap pemangsa.
Banyak bakteri yang dapat menghasilkan Bioluminesensi, umumnya diketahui kemudian bahwa seluruh bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri gram negatif,motil, memiliki morfologi batang, dan bersifat aerob atau anaerob fakultatif.

Bakteri-bakteri itu tersebar di daerah lautan, perairan tawar, dan tanah (terestrial). Contoh bakteri penghasil Bioluminesensi yang telah diteliti adalah genus Vibrio (V. harveyi, V. fischeri, V. cholera), Photobacterium (P. phosphoreum, P. leiognathi), Xenorhabdus (X. luminescens), Alteromonas (A. haneda), dan Shewanella. Sementara itu, hanya sedikit cendawan yang diketahui dapat menghasilkan Bioluminesensi, di antaranya adalah Armillaria mellea, Panellus Stipticus, Omphalotus nidiformis, dan Mycena sp.


Sejarah


Bioluminesensi sudah dikenalkan 500 SM oleh Aristoteles dalam bukunya yang berjudul "Tentang Warna". Aristoteles menyebutkan bahwa ada sesuatu yang secara alami seperti bagian kepala ikan dan tinta dari sotong yang dapat menghasilkan cahaya atau pendaran.

Pada tahun 1887, Raphaël Dubois berhasil mengisolasi lusiferin (substrat untuk reaksi Bioluminesensi) dan enzim lusiferase (ketalis) dari piddock, sejenis remis laut. Temuan tersebut dipopulerkan dan dilanjutkan oleh Edmund Newton Harvey yang menyatakan bahwa senyawa lusiferin dan lusiferase yang ditemukan pada berbagai spesies makhluk hidup tidak dapat ditukar.

Pada tahun 1967, Robert Boyle, seorang ilmuwan dari Inggris mempublikasikan penelitiannya tentangreaksi Bioluminesensi pada fungi yang memerlukan udara. Laporan berikutnya menyebutkan bahwa oksigen merupakan komponen udara yang berperan dalam reaksi tersebut.

Penelitian tentang Bioluminesensi berkembang pesat setelah Osamu Shimomura, seorang ahli biologi kelautan dan kimia organik, berhasil meneliti tentang protein yang bertanggungjawab dalam menghasilkan luminesensi pada spesies ubur-ubur Aequorea victoria yang disebut dengan aequorin. Protein tersebut akan berikatan dengan ion kalsium dan menghasilkan cahaya biru yang diserap olehprotein berpendar hijau ubur-ubur. Pada tahun 1985, aequorin berhasil dikloning ke dalam makhluk hidup lainnya dan sejak itu aplikasi Bioluminesensi mulai banyak diteliti.

Fungsi Bioluminisensi


Bioluminesensi memiliki  fungsi yang berbeda-beda bagi tiap makhluk yang memilikinya. Sebagian makhluk hidup memanfaatkannya untuk pertahanan diri, seperti yang dilakukan kelompok Dinoflagelata, Ubur-ubur, dan beberapa jenis Cumi-cumi yang bercahaya untuk mengejutkan pemangsa yang mendekatinya sehingga memberikan kesempatan kepadanya untuk melarikan diri. Beberapa jenis Dekapoda, Sefalopoda, dan Ikan menggunakan kemampuan bercahaya untuk melakukan kamuflase dalam menghindari pemangsanya. Mekanisme pertahanan seperti ini disebut dengan penyamaran dengan sinar (kontrailuminasi) yang membuat suatu makhluk hidup tidak terlihat atau tersamarkan di antara sinar lain di lingkungan perairan. Pada spesies Bintang ular laut, Cacing laut,  dan organisme bioluminesensi di daratan, mereka memiliki mekanisme pertahanan yang disebut Aposematisme, yaitu menghasilkan pendaran untuk menandakan bahwa makhluk tersebut memiliki toksik (beracun) atau tidak enak dimakan sehingga pemangsa akan menghindarinya.
Pendaran pada larva kunang-kunang juga merupakan salah satu bentuk Aposematisme yang melindunginya dari predator karena akan dikenali sebagai makanan yang tidak enak atau tidak menguntungkan.

Beberapa organisme di laut tidak suka memakan Zooplankton karena sebagian besar Zooplankton memiliki kemampuan bercahaya yang tetap dapat terlihat saat mereka berada di dalam perut pemangsanya. Akibatnya organisme yang memakan zooplankton tampak berpendar dan ini membuatnya mudah dikenali dan diburu oleh pemangsa yang lebih tinggi tingkatannya. Fenomena ini terlihat pada peristiwa Dinoflagelata yang menjadi makanan Udang misid. Udang tersebut akan tampak berluminesensi karena di dalam tubuhnya terdapat dinoflagelata bercahaya sehingga ikan Porichthys notatus dapat lebih mudah memburu dan memakan udang itu.

Hiu I. brasiliensis memiliki bagian bawah rahang yang berpendar dan tampak seperti siluet yang dihasilkan dari penyamaran dengan sinar. Akibatnya cumi dan ikan akan mendekat karena mengira siluet tersebut merupakan penyamaran dari mangsa mereka. Setelah cumi atau ikan mendekati rahangnya, akan lebih mudah untuk hiu ini dalam menangkap makanannya. Hal serupa juga dilakukan oleh Paus sperma (Physeter macrocephalus) yang secara intensif menghasilkan pendaran saat berburu mangsa di perairan laut dalam yang gelap. Mangsa yang berupa cumi-cumi akan datang mendekati bagian mulut paus sperma yang berpendar dan saat itulah paus ini menangkap mangsanya.

Reaksi Bioluminesensi


Secara umum, reaksi bioluminesensi melibatkan enzim lusiferase dan substrat lusiferin yang strukturnya dapat berbeda antara organisme yang satu dengan lainnya. Berikut ini adalah beberapa jenis lusiferin yang telah diketahui mekanisme dan strukturnya.
Bakteri

Reaksi yang menyebabkan terjadinya pendaran pada bakteri adalah sebagai berikut:
Bioluminescence reaction.jpg

Dinoflagelata

Pada dinoflagelata, substrat lusiferin yang berperan adalah tetrapirol yang mirip dengan klorofil namun berbeda pada ion metalnya. Struktur lusiferin yang seperti hampir sama juga ditemukan pada sejenisudang yang bergenus euphausiid. Pada salah atu genus dinoflagelata yaitu Gonyaulax, diketahui bahwa pada pH 8 molekul lusiferinnya akan berikatan dan dilindungi oleh protein pengikat lusiferin. Namun begitu terjadi perubahah pH menjadi ± 6, luciferin akan mengalami perubahan konformasi dan mengakibatkan sisi aktinya bebas dan dihasilkan pendaran cahaya.

Coelenterazine
Coelenterazine adalah jenis lusiferin dengan struktur imidazopyrazinone yang sangat banyak ditemukan pada makhluk hidup, terutama di lingkungan perairan. Telah diketahui bahwa ada enam filum makhluk hidup yang menggunakan lusiferin jenis ini, di antaranya adalah kopepoda, radiolaria,ctenophore, cnidarian, cumi, serta beberapa jenis ikan dan udang. Selain lusiferase, lusiferin jenis ini memiliki fotoprotein yang disebut aequorin untuk membantu penghasilan emisi cahaya.

Aplikasi Bioluminisensi


Adanya penemuan tentang bioluminesensi telah dimanfaatkan manusia di dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang medis. Di bidang tersebut bioluminesensi dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan sel kanker dalam tubuh secara lebih cepat melalui suatu teknologi baru yang disebut bioluminescence imaging (BLI).

Dengan BLI, ukuran dan lokasi sel kanker dalam tubuh dapat diketahui sehingga tindakan perawatan yang tepat dapat ditentukan. Temuan ini juga dapat mempermudah riset mengenai perawatan atau obat kanker yang efektif dapat mengatasi penyakit tersebut karena perkembangan sel tumor dapat dipantau dengan lebih mudah.

Selain itu, bioluminesensi juga telah dimanfaatkan sebagai gen pelapor untuk melihat perkembangan atau ploriferasi sel punca manusia. Penggunaan bioluminesensi sebagai gen pelapor juga telah diaplikasikan pada tanaman transgenik hasil rekayasa genetika. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah penggunaan gen dari kunang-kunang pada tanaman tembakautransgenik yang diinfeksi dengan Agrobacterium tumefaciens untuk mengamati ekspresi dari gen yang dimasukkan ke tanamantembakau tersebut.

Dalam bidang ekologi, mikroorganisme penghasil luminesensi juga dapat digunakan untuk pembuatan biosensor untuk mendeteksi keberadaan polutan atau kontaminan tertentu di lingkungan. Salah satu contoh yang telah diaplikasikan adalah pembuatan biosensor untuk deteksi senyawa ekotoksik organotin. Dalam industri makanan, bioluminesensi yang memanfaakan penggunaan ATP juga telah dimanfaatkan untuk mendeteksi mikroba patogen yang terkandung di dalam makanan.


Mahluk yang dikenal dapat bercahaya


Hewan Bioluminesensi rekayasa manusia

Para ilmuwan telah mengembangkan hubungan cinta dalam setengah dekade terakhir untuk sesuatu yang disebut GFP, atau Green Fluorescing Protein.
Ini semacam cairan ataupun tinta yang dimasukkan ke dalam banyak hal yang bisa jadi berbahaya ataupun kadang tidak sama sekali..Para ilmuwan telah menggunakannya sebagai penanda genetik untuk mempelajari segala sesuatu dari genetika untuk membuat ikan yang waspada pada pencemaran (tujuan dari adanya ikan glofish). Cairan ini adalah Protein awalnya berasal dari ubur-ubur bercahaya


Kunang-kunang Raksasa (Lamprigera)


Sangat sedikit informasi online tersedia, tetapi ternyata Kunang-kunang Raksasa (Lamprigera) cukup dikenal baik oleh penduduk lokal di Thailand.

Jamur bercahaya


Ada beberapa spesies jamur yang bersinar dalam gelap. Yang digambarkan di atas adalah Stipticus panellus, dan mereka bersinar cukup terang sehingga terlihat bahkan dalam cahaya rendah (sebagai lawan gelap gulita) Anda bahkan dapat membeli beberapa jamur bercahaya ini dan menanamkan sendiri. Sebagian besar spesies tidak bersinar seterang stipticus, dan cahaya hanya bisa dilihat di bawah mikroskop atau di dalam gelap gulita , tapi Panellus bisa terlihat seperti di atas .

Kalajengking


Kalajengking tidak benar-benar menghasilkan cahaya mereka sendiri, seperti jamur, tapi mereka bersinar di bawah Blacklight seperti uang asli yang yang berada di neon biru . Mereka memiliki zat kimia dalam exoskeleton mereka yang bersinar bawah sinar ultraviolet.


Terriswalkeris terraereginae (Cacing Raksasa Auckland)


Terriswalkeris adalah cacing sepanjang dua meter, berwarna biru, dan meninggalkan jejak lendir bersinar. Ini terlihat seperti cacing raksasa bergetah, meskipun berasal dari tanah dari dalam tanah hewan ini tidak beracun.

Gua - gua Waitomo, Selandia Baru

Mereka menggantung berbaris dengan sinaran cahaya, hingga sebanyak tujuh puluh cacing, untuk menarik lalat dan ngengat demi mendapatkan santapan. Dan dalam beberapa spesies, umpan bercahaya mereka adalah ingus beracun! Bukankah mengagumkan bahwa alam bisa membuat sesuatu yang begitu cantik, namun juga begitu mengerikan?

Cumi-Cumi bercahaya

Ada makhluk yang hidup di laut dalam yang tidak murni sebagai peneror, dan Cumi-Cumi bercahaya ini merupakan salah satu dari mereka. Tubuhnya tercakup dalam photophores , sel yang menghasilkan cahaya, yang memungkinkan untuk bersinar dalam semua pola yang diinginkan.

Mereka bercahaya ketika berada di bawah saat siang, dan mereka bisa mencocokkan pola dan keremangan cahaya yang berasal dari permukaan.Hal ini memungkinkan mereka untuk menyamarkan diri terhadap cahaya. Mereka juga menyalakan seluruh tubuh mereka selama musim kawin dan waktu hidup mereka hanya satu tahun.

Jadi dengan hidup yang demikian pendek ini mengapa kita tidak membuatnya penuh dengan cahaya ?

Ubur-Ubur Aequorea

Spesies ini hidup sekitar Amerika Utara, meskipun ubur-ubur yang menghasilkan protein bercahaya adalah hewan asli dari Asia.
Mereka hampir tidak terlihat ketika mereka tidak bersinar, tetapi kabar baiknya adalah bahwa ukuran ubur - ubur Aequorea ini kecil dan tidak akan mengirim Anda ke rumah sakit seperti Ubur-ubur kotak yang beracun.
Ubur-ubur ini sering diambil selnya oleh para ilmuan untuk menciptakan mahluk bioluminesensi buatan.

Bakteri Bioluminesensi

Berikut fakta unik, bahwa sejumlah besar hewan bercahaya sebenarnya hanya segerombolan bakteri yang menghasilkan cahaya. Hewan seperti Angler Fish (seperti di film animasi ‘Nemo’) dan beberapa jenis udang adalah rumah dari koloni bakteri bercahaya.

Dinoflagellates

Dinoflagellates adalah Protozoa / plankton yang bertanggung jawab untuk fenomena laut yang bercahaya saat mereka muncul di permukaan laut. Dinoflagellata ini juga menyebabkan laut pasang berwarna merah, tetapi mereka hanya bersinar ketika terganggu , oleh perenang, atau bahkan gelombang. dan saat bersinar itu adalah momen menakjubkan untuk diamati. Aku belum pernah melihat mereka dengan mata saya sendiri, tetapi gambar saja sudah cukup untuk membuatku diam dan terpaku pada kebesaran karya sempurna dari sang pembuat hidup ..

Kalian bisa memanggil saya Faisal. Saya adalah seorang model busana yang begitu tertarik di dunia fashion dan fotografi. Saya menyukai hari-hari saya sebagai travelloger dan berinteraksi dengan banyak orang serta mengembangkan potensi daerah. Sampai saat ini saya berusaha membuat konten blog yang dapat bermanfaat untuk masyarakat.

0 comments:

Posting Komentar

Faisal Ahmad
Direct Message
Lampung, Indonesia

SEND ME A MESSAGE

Statistik