Perjalanan menuju Prambanan adalah sesuatu memori yang tidak mungkin bisa saya lupakan. Saking begitu senangnya bisa travelling ke sini, saya sampai tidak bisa tidur semalaman hanya untuk mengejar momen untuk membawa motor dari kos di Kota Sukoharjo menuju ke Prambanan Yogyakarta di pagi hari pukul setengah enam. Perjalananku dimulai dari Kota Sukoharjo menuju ke arah barat melewati daerah cuplik dan serenan lalu tembus ke Jalan Solo-Yogyakarta. Candi Prambanan dapat dikatakan sangat mudah diakses dikarenakan berada di pinggir jalan Solo-Yogyakarta serta tepat berada di perbatasan antara Sleman Yogyakarta dan Klaten Jawa Tengah. Jalan ini cukup ramai dan juga memiliki ukuran jalan yang luas serta dengan kondisi jalan yang baik. Selama perjalanan menuju ke prambanan tidak ada masalah berarti yang terjadi. Saya sebenarnya cukup sedikit was was, ini karena saya takut Candi Prambanan sedang tidak dibuka untuk umum. Jadi, beberapa bulan sebelumnya Candi Prambanan dan beberapa candi lainnya ditutup untuk umum selama beberapa bulan. Namun, saya sempat mencari informasi kalau objek wisata ini sudah buka, walaupun beberapa objek wisata candi yang berada tidak jauh dari Prambanan sedang tidak dibuka karena pandemi. 

Saya sampai di Prambanan sekitar pukul tujuh pagi dan menyempatkan untuk minum es kelapa muda di sekitar Prambanan sampai ojek wisata dibuka pukul 7.30. Dan bersyukur ternyata memang wisata Candi Prambanan tetap dibuka dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat selama pandemi. Masuk dengan membayar tiket sebesar Rp. 50.000. Saya sendiri sangat menyukai Candi Prambanan dari beberapa aspek ketimbang Candi Borobuddur. Pertama, Candi ini sangat bagus kalau di foto secara low angle. Kedua, jarak dari pintu masuk ke objek wisata tidak sejauh sepertu yang ada di Candi Borobudur. Ketiga, bentuknya yang seperti menara tinggi membuat ciri khas yang sulit dilupakan. Sampai di sini saya mengeluarkan segala perabotan pepotoan berupa tripod, tomsis, kamera handphone, dan outfit. Kegiatan foto seperti ini minimal saya menghabiskan waktu selama satu jam. Setelah puas dengan mendapatkan foto yang bagus, lalu saya lanjutkan untuk berkeliling ke sekitar kawasan candi. Ternyata di sekitar Candi Prambanan masih terdapa candi candi lain, walaupun kondisinya tidak sebaik Candi Prambanan. Diperkirakan ada 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan. Namun, hanya 18 candi yang berhasil dipugar, sisanya adalah tumpukan batu yang berserakan.

Ketika saya kunjungi, Candi Prambanan sendiri mengalami beberapa kerusakan di bagian ujung atap candi. Ini dimungkinkan karena gempa yang terjadi di Yogyakarta sebelumnya, baik gempa karena tektonik maupun vulkanis Gunung Merapi. Candi Prambanan dibangun pada abad ke-9. Menjulang setinggi 47 meter dengan ornamen yang mengagumkan dan corak kecantikan khas candi Hindu ini tiada tara. Candi Prambanan sangat lekat dengan Legenda Roro Jonggrang. Dahulu kala ada seorang putri yang sangat cantik bernama Roro Jonggrang. Kecantikan itu memikat seorang pangeran untuk meminangnya. Roro Jonggrang mengajukan syarat untuk membangun seribu candi dalam semalam sebagai penolakan halus atas pinangan tersebut. Namun, Bandung Bondowoso tetap menyanggupinya.

Ketika berkeliling Candi Prambanan, saya pun tergoda untuk minta difoto di sebuah spot foto berbayar untuk mendapatkan foto candi yang begitu indah dari jarak jauh. Dengan menaiki spot foto berupa sepeda saya difoto dengan kamera DSLR yang memiliki resolusi yang cukup tinggi dan hasilnya begitu memuaskan. Kalian jangan sampai lewatkan spot foto satu ini. Di akhir cerita, ternyata mata saya sudah tidak kuat menahan tidak tidur semalaman. Saya akhirnya kembali, namun ingin mampir terlebih dahulu ke salah satu candi di sekitar prambanan yaitu candi Plaosan, dan ternyata "tutup". Jadi, saya memutuskan langsung balik menuju ke kosan di Kota Sukoharjo. Kali ini saya melewati jalur yang berbeda dari sebelumnya. Jalan yang saya akan lewati ini adalah jalur pedesaan di Cawas Klaten. Ketika melewati jalur pedesaan itu membuatku merasa begitu menikmati hidupku yang singkat ini, sejuknya udara pagi saat itu dengan sedikit sekali kendaraan. Hijaunya sawah di kanan kiri serta para petani yang sedang menanam padi yang baru membuatku merasakan baru pertama kali merasakan atmosfer pedesaan yang begitu asri seperti ini. Begitu senangnya saat itu, aku bahkan sampai memfoto para petani petani itu sampai membuat mereka salting dan tertawa. Perjalanan yang tak terlupakan, selama perjalanan pulang, saya bahkan sambil membentangkan tangan di motor dan menghirup udara dalam dalam sambil berbicara "I feel free", serta bergumam dalam hati "andai setiap hari seindah hari ini". Mungkin di masa depan saya akan membaca dan menceritakan masa indah ini sambil menangis bahagia, walaupun hidup itu kejam, tetapi juga indah.